Jumat, 05 April 2013

Contoh Notulen


Notulen
Rapat Pemilihan Pengurus OSIS SMKN 2 Pasuruan
Periode 2009-2010

Hari/tanggal        : Sabtu, 17 Oktober 2009
Tempat                 : Ruang 07
Waktu                   : Dimulai pukul 09.00 s.d. 11.00 WIB
Acara                    :
1)      Pembukaan
2)     Uraian Pembina OSIS
3)     Pembentukan Pengurus
4)     Usul/tanya jawab

5)  Penutup
Hadir                    : Kepala Sekolah, Pembina Osis, semua ketua dan pengurus kelas (35 orang)
Pimpinan rapat    : Pembina OSIS (Bapak Drs. Budi Santoso)
Jalannya Rapat   :
1)     Tepat pukul 09.00 Wita rapat dibuka oleh pimpinan dengan ucapan selamat dan terima  kasih.
2)     Pimpinan menguraikan :
a.       tujuan rapat,
b.      harapan-harapan terhadap kepengurusan       OSIS
c.       disiplin organisasi, dan
d.      kegiatan seksi-seksi.
3)     Setelah pimpinan rapat selesai memberikan memberikan pengarahan, Kepala Sekolah  memberikan kata sambutan. Isi sambutan itu antara lain bahwa Kepala Sekolah  berharap agar pengurus OSIS yang terpilih harus bekerja lebih baik lagi dari pengurus  yang lama. Di samping itu, Kepala Sekolah menyampaikan ucapan terima kasih  kepada pengurus OSIS yang lama yang telah bekerja dengan baik.
4)      Pemilihan pengurus dilakukan dengan cara dua macam:
a.       pengurus harian ditunjuk  oleh pembina OSIS atas dasar pengamatan guru dan pertimbangan praktis;
b.      pengurus pleno, yaitu seksi-seksi ditawarkan kepada hadirin
5)     Acara keempat diisi dengan tanya jawab berkenaan iuran OSIS dan transparansi penggunaan dana.
6)     Rapat diakhiri dan ditutup pada pukul 11.00.
7)     Hasil susunan pengurus SMKN 2 Pasuruan Periode 2009/2010.
a.       Ketua            : Muhammad Ridwan (Kelas XI IS 4)
b.      Sekretaris        : Hugo Priyanto
c.       Bendahara      : Dina Lolalita (Kelas XI IA 1)

Notulen Rapat OSIS
SMA Mekar Raya Cilegon
Tanggal               : 9 Agustus 2007
Waktu                 : Pukul 09.00- 11.00 WIB
Tempat               : Ruang Kelas XI Bahasa
Materi rapat       : Pembentukan panitia Seminar Pengetahuan Kesehatan Berlalu Lintas bagi Siswa SMU Se-Kota Cilegon
Pimpinan rapat  : Dicky Setyo Novantoro (ketua OSIS)
Notulis                : Yusnita Siahaan
Jumlah peserta 
Hadir             : 12 orang
Tidak hadir   : -
Susunan Acara   : 1. Pembukaan
                               2. Pembahasan
                               3. Penutup
Pokok permasalahan yang dibicarakan :
1)     Tujuannya diadakan seminar
2)     Waktu dan pelaksanaan seminar
3)     Susunan acara kegiatan yang akan digelar
4)     Pembentukan panitia penyelenggara
Kesimpulan        :
1)     Kegiatan seminar ini diadakan hasil kerjasama dengan Polres Kota Cilegon. Tujuannya sebagai bentuk kepedulian OSIS SMA Mekar Raya terhadap bidang kemasyarakatan
2)     Waktu pelaksanaan seminar akan dilaksanakan pada tanggal 3 September 2007
3)     Susunan acara akan dibicarakan lebih lanjut dalam rapat panitia
4)     Telah terbentuk susunan acara kepanitiaan yang diketuai Astri Anggelia
Cilegon, 9 Agustus 2007
Notulis,                                                                                         Ketua/Moderator,

Pajak

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Subyek Pajak
Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/ atau bangunan. Subyek Pajak sebagaimana tersebut di atas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
 Obyek Pajak
Yang menjadi Obyek Pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi:
  1. Pemindahan hak karena:
  • jual beli;
  • tukar-menukar;
  • hibah;
  • hibah wasiat;
  • pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
  • pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
  • penunjukan pembeli dalam lelang;
  • pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum  tetap;
  • hadiah.
2. Pemberian hak baru karena:
  • kelanjutan dari pelepasan hak;
  • di luar pelepasan hak;
  • hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
Obyek Pajak yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan  (BPHTB) adalah    :
  1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik;
  2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
  3. Badan atau perwakilan organisasai internasional yang ditetapkan oleh Menteri;
  4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
  5. Karena wakaf;
  6. Karena warisan;
  7. Digunakan untuk kepentingan ibadah.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak)
NPOP untuk berbagai jenis perolehan objek pajak ditentukan sebagai berikut  :
  1. Jual Beli adalah Harga Transaksi
  2. Tukar Menukar adalah Nilai pasar
  3. Hibah adalah Nilai Pasar
  4. Hibah wasiat adalah Nilai Pasar.
  5. Waris adalah Nilai Pasar.
  6. Pemasukan dalam perseroan/badan  hukum lainnya adalah Nilai Pasar.
  7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar.
 Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB
 Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah tarif tunggal sebesar 5 %.
NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Ditetapkan secara regional  paling banyak Rp. 60.000.000,00 kecuali dalam hak perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-
 Cara Perhitungan Pajak
Besarnya Pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak 5% dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPTKP adalah NPOP – NPOPTKP apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinnya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pajanya adalah NJOP PBB.
                                             BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif
BPHTB = NPOPKP x  Tarif
Atau
Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :
                                         BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) x Tarif
                                                 BPHTB = NPOPKP x  Tarif
Peraturan Pelaksanaan tentang tata cara Pengenaan BPHTB :
1.   PP RI No. 111 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah wasiat, bahwa ;
  1.  
    1. BPHTB yang terhutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang.
    2. Saat terhutangnya pajak sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor pertanian Kabupaten/Kota.
  2. Peraturan pemerintah No. 112 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian Hak pengelolaan, bahwa :
    1. Penerima Hak pengelolaan oleh departemen, lembaga departemen, lembaga Pemerinta, Non departemen, Pemda Propinsi, Pemda Kab/Kota, lembaga pemerintah lainnya, Perum perumnas ditetapkan sebesar 0%.
    2. Penerima Hak pengelolaan selain yang disebutkan diatas ditetapkan sebesar 50%.
  3. PP RI No. 113 tahun 2000 tentang penentuan besarnya NPOP TKP BPHTB, bahwa :
    1. NPOP TKP ditetapkan secara regonal paling banyak Rp. 60.000.000,- kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau hibab wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibab wasiat, termasuk suami, istri, ditetapkan secara regional paling banyak Rp.300.000.000,-
    2. Besarnya NPOP TKP ditetapkan oleh mentri keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempehatikan usulan pemerintah Daerah. NPOP TKP tersebut dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional.
Posted in Uncategorized | Leave a reply
Pajak Bumi dan Bangunan
Posted on May 19, 2012

Pajak Bumi dan Bangunan diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan diatur berdasarkan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 tahun 2009. PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan, pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat menjadi dialihkan kepada Pemerintah Daerah. PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan diatur pada Bagian Keenam mulai Pasal 77

Yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah Bumi dan/atau Bangunan. Pengertian Bumi dan Bangunan menurut Pasal 1adalah
  • Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
  • Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember 1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan maka objek PBB dapat dikelompokkan menjadi beberapa sektor, yaitu:
1. Sektor Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan
Sektor Perkebunan adalah objek PBB yang meliputi areal pengusahaan benih, penanaman baru, perluasan, perubahan jenis tanaman, penganekaragaman jenis tanaman termasuk sarana penunjangnya. Sektor Kehutanan adalah objek PBB yang meliputi areal pengusahaan hutan dan budidaya hutan. Sektor pertambangan adalah objek PBB yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dan semua golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vitasl dan bahan galian lainnya

2. Sektor Perdesaan dan Perkotaan
Sektor Perdesaan dan perkotaan adalah bojek Pajak Bumi dan Bangunan yang meliputi kawasan pertanian, perumahan, perkantoran, pertokoan, industri serta objek khusus perkotaan.

Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (Pasal 3 UU PBB) adalah sebagai berikut:
  1. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
  2. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
  3. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani  suatu hak;
  4. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  5. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional oleh yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi Subjek PBB berdasarkan Pasal 4 UU PBB adalah orang atau badan yang secara nyata:
  1. mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau;
  2. memperoleh manfaat atas bumi dan/atau;
  3. memiliki;
  4. menguasai;
  5. memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak, contohnya:
  1. Subjek pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak
  2. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak
  3. Subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak objek pajak, sedang untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib pajak
Penunjukan sebagai wajib pajak oleh Direktur Jenderal Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. Subyek pajak yang ditetapkan sebagai Wajib Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap obyek pajak dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.

PBB merupakan pajak objektif yaitu pajak yang pertama-tama melihat keadaan objek pajak, meliputi benda, atau keadaan, per-buatan, peristiwa yang menyebabkan timbulkan kewajiban membayar, baru kemudian ditentukan subyek pajaknya, tidak mempersoalkan apakah subyek ini bertempat kedudukan di Indonesia atau tidak. Oleh karena itu tidak mengenal pengecualian subjek.
NOP (Nomor Objek Pajak)
NOP adalah identitas objek pajak yang telah distandarisasikan dan melekat pada objek bukan subjek pajak. NOP merupakan nomor yang unik, permanen, standar dengan satuan blok dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan yang berlaku secara nasional. NOP memiliki susunan sebagai berikut:
   11 22 333 444 555 6666 7
1 = 2 digit kode provinsi
2 = 2 digit kode kaputen/kota
3 = 3 digit kode kecamatan
4 = 3 digit kode desa.kelurahan
5 = 3 digit kode nomor blok
6 = 4 digit kode urut objek
7 = 1 digit kode khusus
Dasar Pengenaan Pajak dan Menghitung Pajak
 Yang menjadi dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari nilai jual obyek pajak dengan rician sebagai berikut:
1. Untuk sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan  = 40%
2. Untuk Sektor Perdesaan dan Perkotaan
- NJOP sd. Rp 1.000.000.000                                              = 20%
- NJOP di atas Rp 1.000.000.000                                        = 40%

Contoh Perhitungan PBB
Ny. Julia memiliki objek PBB di daerah Pondok Indah Jakarta Selatan dengan rincian sebagai berikut:
1. Luas tanah = 700 m2 dengan NJOP per m2 adalah Rp 5.000.000.
2. Luas bangunan = 300 m2 dengan NJOP per m2 adalah Rp 3.000.000
3. Pagar mewah = 50 m2 dengan NJOP per m2 adalah Rp 2.000.000
Hitunglah PBB atas objek yang dimiliki oleh Ny. Julia bila diketahui NJOPTKP Rp 12.000.000
NJOP
1. Bumi                                                         700 m2 x Rp 5.000.000 = Rp 3.500.000.000
2. Bangunan                                                 300 m2 x Rp 3.000.000 = Rp    900.000.000
3. Pagar Mewah                                             50 m2 x Rp 2.000.000 =  Rp    100.000.000
Jumlah                                                                                                   Rp 4.500.000.000
NJOPTKP                                                                                               Rp     12.000.000
NJOPKP                                                                                                 Rp 4.488.000.000
NJKP                                                 40% x Rp 4.488.000.000              Rp 1.795.200.000
PBB Terutang                                    0.5% x Rp 1.795.200.000            Rp        8.976.000
Catatan: tarif NJKP sebesar 40% karena NJOP-nya di atas Rp 1.000.000.000
Contoh 2 Perhitungan PBB
Ny. Ayu Wandira memiliki objek PBB di daerah Pondok Pinang Jakarta Selatan dengan rincian sebagai berikut:
1. Luas tanah = 200 m2 dengan NJOP per m2 adalah Rp 2.000.000.
2. Luas bangunan = 100 m2 dengan NJOP per m2 adalah Rp 1.500.000
Hitunglah PBB atas objek yang dimiliki oleh Ny. Ayu Wandira bila diketahui NJOPTKP Rp 12.000.000
NJOP
1. Bumi                                                         200 m2 x Rp 2.000.000 = Rp  400.000.000
2. Bangunan                                                 100 m2 x Rp 1.500.000 = Rp  150.000.000
Jumlah                                                                                                   Rp  550.000.000
NJOPTKP                                                                                               Rp   12.000.000
NJOPKP                                                                                                 Rp  538.000.000
NJKP                                                 20% x   Rp 538.000.000               Rp 107.000.000
PBB Terutang                                    0.5% x Rp 107.000.000                Rp        538.000
Catatan: tarif NJKP sebesar 20% karena NJOP-nya di bawah Rp 1.000.000.000

Cinta yang Tak Pasti


mungkin aku terlalu bodoh untuk mengerti
mungkin aku tak sengaja jg menyakiti
andai aku tau isi hatimu
andai kesempatan itu datang lagi padaku

sekarang mustahil bagiku
bahkan menyentuh bayangmu, aku tak mampu
sekarang aku terpuruk dalam jurang sesalku
dan cinta ni jadi sesak dalam dadaku
aku tau cinta ini sudah tak laku

tapi biarkan cinta ini aku miliki
biarkan cinta ni menjadi bebanku
aku tak peduli
meski menghambat jalanku
aku tau mencintaimu adalah tak pasti
(Agus Eko Ariwibowo)